Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan kekayaan alam melimpah, memiliki potensi energi terbarukan (EBT) yang luar biasa besar. Namun, pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Artikel ini akan mengulas potensi EBT di Indonesia, berbagai tantangan yang dihadapi, serta prospek pengembangannya di masa depan.
Potensi Energi Terbarukan Indonesia
Indonesia dianugerahi beragam sumber EBT melimpah. Potensi energi surya, misalnya, diperkirakan mencapai 207,8 GWp. Angka ini tersebar merata di seluruh wilayah, namun pemanfaatannya saat ini masih sangat minim, yakni sekitar 153,6 MW atau kurang dari 0,1% dari total potensi. Kesenjangan ini mencerminkan perbedaan signifikan antara potensi dan realisasi pemanfaatan EBT di Indonesia.
Selain surya, potensi energi hidro juga signifikan, mencapai sekitar 75 GW, dengan pemanfaatan baru sekitar 6,5 GW. Potensi EBT lainnya meliputi biomassa (32,6 GW), panas bumi (28,5 GW), angin (60,6 GW), dan arus laut (17,9 GW). Secara keseluruhan, total potensi EBT di Indonesia diperkirakan mencapai 417,8 GW, namun yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 12,5 GW atau sekitar 3%.
Tantangan dan Upaya Pengembangan EBT
Pengembangan EBT di Indonesia tidak lepas dari berbagai tantangan. Pertama, biaya investasi awal yang tinggi sering menjadi penghalang. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau pembangkit listrik tenaga angin (PLTB) memerlukan modal besar. Kedua, kendala lahan dan perizinan, di mana proses yang kompleks dan isu pembebasan lahan kerap menghambat proyek EBT.
Ketiga, sifat intermiten EBT seperti surya dan angin, yang bergantung pada kondisi cuaca, memerlukan teknologi penyimpanan energi yang canggih dan mahal. Keempat, infrastruktur jaringan listrik yang belum memadai juga menjadi hambatan dalam menampung serta menyalurkan pasokan EBT yang tersebar.
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan EBT. Melalui Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Berbagai kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal pun telah dikeluarkan untuk menarik investasi.
Namun, partisipasi swasta tetap krusial. Model kemitraan publik-swasta (PPP) serta dukungan pendanaan dari lembaga keuangan internasional dapat mempercepat pengembangan EBT. Studi kasus menunjukkan keberhasilan proyek EBT di beberapa daerah. Contohnya, PLTS terapung Cirata dengan kapasitas 192 MWp, yang menjadi salah satu yang terbesar di Asia Tenggara, membuktikan bahwa proyek EBT skala besar dapat terealisasi di Indonesia melalui kolaborasi antara BUMN dan pihak swasta.
Manfaat dan Prospek EBT
Pengembangan EBT membawa banyak manfaat multifaset. Selain berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan mitigasi dampak perubahan iklim global, EBT juga meningkatkan ketahanan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang harganya fluktuatif. Lebih jauh, investasi di sektor EBT berpotensi menciptakan lapangan kerja baru, mendorong inovasi teknologi, dan menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah melalui proyek-proyek lokal.
Terkait pengembangan EBT, Menteri ESDM dalam sebuah kesempatan menyatakan:
Pemerintah terus berupaya menciptakan ekosistem yang kondusif bagi investasi EBT, termasuk kemudahan perizinan dan skema harga yang menarik bagi investor.
Pernyataan ini menegaskan keseriusan pemerintah dalam mendorong sektor energi bersih demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Untuk mewujudkan potensi EBT yang besar ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat. Implementasi kebijakan yang konsisten, penyederhanaan perizinan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), serta dukungan riset dan pengembangan teknologi menjadi kunci utama. Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia berpeluang menjadi pemimpin dalam transisi energi bersih di kawasan.
- Indonesia memiliki potensi Energi Terbarukan (EBT) yang sangat besar, mencapai 417,8 GW, dengan potensi surya (207,8 GWp) dan hidro (75 GW) sebagai kontributor utama.
- Namun, pemanfaatan EBT masih sangat rendah, baru sekitar 3% dari total potensi, seperti terlihat dari pemanfaatan surya yang kurang dari 0,1% (153,6 MW).
- Tantangan utama meliputi tingginya biaya investasi awal, kendala lahan dan perizinan, sifat intermiten sumber EBT, serta infrastruktur jaringan listrik yang belum memadai.
- Pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan bauran EBT hingga 23% pada 2025 dan 31% pada 2050 melalui RUKN serta insentif fiskal dan non-fiskal.
- Kolaborasi pemerintah-swasta, dukungan pendanaan, dan contoh sukses seperti PLTS terapung Cirata menunjukkan potensi realisasi proyek EBT skala besar.
- Pengembangan EBT menawarkan manfaat ganda, yaitu mitigasi perubahan iklim, peningkatan ketahanan energi, penciptaan lapangan kerja, dan stimulus pertumbuhan ekonomi daerah.